Tuesday 31 December 2019

Terima Kasih karena Kau pernah Hadir

Tidak ada kepergian yang tidak melukai, pun meski diri sendiri yang memutuskan pergi. Tidak ada yang pernah siap pada kehilangan, meski sudah jauh-jauh hari menyiapkan diri. Tidak pernah mudah usaha untuk melepaskan, meski tahu tak ada lagi yang bisa diperjuangkan.

Sebab semua tentang kita istimewa, tak ada perihal yang biasa-biasa saja, waktu-waktu bersamamu selalu menyenangkan, percakapan denganmu tak pernah membosankan. Kau; segala yang membuatku aman dan nyaman.

Meski pada akhirnya semua hanya menjadi bagian dari masa lalu yang panjang; aku tak menyesalinya.

Terima kasih untuk semua yang pernah ada, untuk pelukan-pelukan yang menghapus sedih, genggaman yang menenangkan, suka duka di setiap peristiwa, semua tawa pun air mata. Terima kasih, karena kau pernah hadir di antaranya.

Semoga kita tak memilih untuk saling melukai setelah tak lagi saling mengasihi. Tak saling membenci meski berhenti mencintai.

Terima kasih sudah menjadi bagian dari kisah yang menyenangkan dalam ingatan. Kau akan ada di sana; selamanya.

___


Untuk kursi kosong di sampingku, semoga suatu ketika kelak kau mau mengisinya kembali. Kita bertukar cerita tentang kebahagiaan-kebahagian atau apa saja yang bisa membuat tertawa--meski tak lagi bersama.

Sampai memeluk kembali, aku pasti merindukanmu.


31 Desember 2019
An 

Potret Kita


Malam ini aku membuka galery telepon genggamku dan menemukan beberapa senyummu di sana.
Senyum yang pernah membuatku ikut tersenyum tiap kali memandangnya.

Malam ini aku membuka cerita tentang kita, cerita yang menyisakan banyak tanya, cerita yang usai tanpa penjelasan, cerita yang masih ingin terus kutuliskan namun kau memilih berhenti menjadi pemeran.

Pada tiap fotomu yang masih kusimpan, kutemukan bahagiaku yang turut serta terekam kamera, sepertinya itu tawa terbaik yang pernah aku miliki selama beberapa waktu ini--bersyukur aku bisa mengenangnya dalam potret yang ada kau di dalamnya.

Aku rindu tentang kita, kita yang pernah begitu dekat dan saling mendekap.
Aku rindu ucapan selamat pagi darimu, aku rindu pada pelukan hangatmu, aku rindu pada bahumu yang begitu lapang untuk bersandar, aku rindu kau mencuri kecup bibirku dan mendapati pipiku memerah karenanya.

Jika kau membaca ini dan ada yang menghangat di dadamu, mungkin itu cinta yang selama ini kau anggap sudah tak ada.

Malam ini, aku ingin menghabiskan waktu dengan memandangi potret kita, lalu menuliskan lagi cerita; tentang kita yang pernah sangat bahagia.

Aku rindu kita; semoga kamu juga.


Pojok kamar, 30 Desember 2019

Sunday 11 August 2019

Kau dan Segala yang Tak Usai


Cerita-cerita yang dulu nampak lucu, kini tak lagi bisa membuat kita tertawa. Hal-lal  yang dulu nampak sederhana, kini menjadi begitu rumit dan asing.

Tak ada lagi percakapan tentang pagi yang memerlukan pelukan, juga malam-malam penuh doa. Tak ada lagi perdebatan tentang siapa yang paling dan lebih sering merindu, juga tentang siapa yang lebih sibuk setiap waktu.

Kau dan aku seperti tengah mengambil jarak, memberi jeda pada arti "kita" entah siapa yang kelak akan menyerah, berbalik arah dan memeluk lebih dulu. Jika boleh memilih, biar aku saja.

Biar aku yang memahami bahwa jalan kembali ternyata sulit ditempuh, hingga kelak tak mudah memutuskan pergi.
Biar aku yang memahami bila pelukmu begitu berarti, hingga kelak tak mudah kulepaskan.

Kau dan aku seperti dua orang kelelahan, saling sembunyi dan menunggu ditemukan, entah siapa yang kelak akan menyerah, keluar dari keinginan membohongi diri sendiri. Jika boleh memilih, biar aku saja.

Biar aku yang belajar menemukanmu, hingga kelak tak membiarkan (si)apapun mencurimu.
Biar aku yang belajar mencari, hingga kelak mampu mempertahankan apapun yang kumiliki.

Untuk amarahmu, untuk kecewamu, untuk apapun yang masih kau rasakan, boleh kutukar dengan pelukan?

Aku rindu kau dan segala yang tak usai di kepalaku.